Rabu, 20 April 2011

Mengapa Aku Jatuh Cinta


***
Cinta yang datang melalui proses panjang merupakan cinta yang terbaik. Sesungguhnya cinta yang tulus tidak lahir dalam sekejapan. Ia pun pun tak muncul karena paksaaan. Cinta sejati berjalan sampai di tujuan dengan lambat dan pelan. Ia berjalan melalui perpaduan yang panjang, setelah menegakkan tiang pancang. Cinta yang sejati akan mewujud setelah perjalanan yang panjang, setelah mantap niat dan teguh tujuan. Karena cinta sejati takkan mudah sirna, takkan mudah runtuh tiang, takkan mudah pudar ikatan.

***

Kali ini akan membincangkan risalah ke-3 sampai ke-7, dalam risalah-risalah ini ibn Hazm membahas mengenai sebab-sebab yang melatari cinta. Setiap kasus cinta pasti mempunyai sebab yang melatarinya. beliau memulai ulasannya dari sebab yang paling jauh kemungkinannya. Coba nanti setelah membaca tulisan ini kita bisa evaluasi, cinta yang kita punyai dilatari oleh sebab yang bagaimana …

Yang pertama, yaitu mencintai seseorang lewat mimpi, hal ini pernah terjadi pada sahabat ibnu hazm Abu al Siri. Ketika itu beliau melihat sahabatnya sedang berpikir sangat serius. Kemudian ditanya oleh beliau perihal apa yang sedang pikirkan, namun ia tak menjawab. Namun kemudian sahabatnya berkata “Aku punya pengalaman aneh yang belum terdengar sebelumnya.”

“Apa itu?” sela Ibn Hazm.

“Begini, tadi malam aku bermimpi melihat seorang gadis. Ketika aku bangun, hatiku selalu bersamanya dan benakku dipenuhi bayangannya. Dan sekarang aku berada pada kondisi paling puncak dalam mencintainya”

Menurut beliau, yang dialami sahabatnya itu muncul dari bisikan jiwa dan kebingungannya, serta termasuk dalam kategori angan-angan dan khayalan.

Yang kedua, cinta karena mendengar sifat sang kekasih, padahal ia tidak pernah langsung melihat orangnya. Fenomena ini sering terjadi dalam kehidupan sehari hari, bahkan suara perempaun dari balik dinding saja mampu memunculkan rasa cinta pada laki-laki yang mendengarnya.

Ibn Hazm menganggap sebab cinta ini laksana bangunan yang rapuh tanpa pondasi. Karena orang yang menghabiskan waktu dan pikirannya untuk mencintai orang yang tidak pernah ia lihat pasti mereka-reka seperti apakah rupa dan tampilan fisik orang yang dicintai itu. Benaknya akan menciptakan satu sosok yang sesuai dengan pikirannya serta akan mengkristal menjadi sosok rekaannya dan mengambil bentuk pasti dalam pikirannya, sosok itu yang kemudian selalu ia puja dan ia dambakan. Sehingga, ketika pada suatu hari orang yang diangankannya itu ia jumpai secara langsung, ada dua kemungkinan yang bakal terjadi yaitu orang itu sesuai dengan rekaan pikiran atau sama sekali berbeda. Kalau sama sih oke-oke aja, tapi kalo beda, ini yang jadi masalah.

Yang ketiga, yaitu jatuh cinta karena pandangan pertama. Jenis penyebab cinta ini berkebalikan dengan sebab cinta jenis kedua yang mencintai karena mendengar sifat orang yang ia cintai. Cinta ini terbagi menjadi dua jenis. Yang pertama adalah seseorang tiba-tiba jatuh cinta pada seseorang yang ia jumpai pertama kali. Ia mencintai orang yang tak dikenal sama sekali, baik nama atau tempat tinggalnya. Jenis yang kedua adalah seorang yang mencintai telah tahu nama yang dicintainya begitu pula dengan tempat tinggal dan tempat kelahirannya. hanya saja saat pada pandangan pertama ia cepat mengambil keputusan untuk menjalin hubungan dengan orang yang dicintainya. Hal ini menunjukkan sedikitnya kesabaran, sifatnya akan cepat mengeluh, dan cepat bosan.

Ibn Hazm berkomentar mengenai hal ini bahwa apapun yang cepat tumbuh dan berkembang cepat pula ia mati dan tumbang, sedangkan yang lambat tumbuh, lambat pula habisnya. Begitu juga cinta. Semua di dunia ini mengikuti hukum tersebut.

Sebab cinta selanjutnya yaitu cinta yang datang setelah pengamatan. Sebagian orang tidak mudah jatuh cinta kecuali setelah ia mengetahui betul sifat dan keadaan orang yang ia taksir. Ia melakukan pengamatan yang panjang, pertemuan yang banyak, dan proses pendekatan yang cukup lama. Cinta seperti inilah yang diperkirakan kokoh.

Ibn Hazm melihat orang yang memiliki kecenderungan ini, jika ia mengetahui bahwa di dalam dirinya terdapat benih-benih cinta ia malah mencoba menghindarinya dan berusaha untuk tidak menemuinya. Dengan tujuan agar perasaan yang ada di dalam dirinya tidak berkembang semakin kuat, sehingga ia tidak dapat mengendalikannya. tindakan ini menunjukkan bahwa sebenarnya ia memilki rasa cinta, dan jika ia mampu menundukkannya, maka cintanya akan tertanam kokoh selamanya.   

Dalam pandangan Ibn Hazm cinta yang datang melalui proses panjang merupakan cinta yang terbaik. Sesungguhnya cinta yang tulus tidak lahir dalam sekejapan. Ia pun pun tak muncul karena paksaaan. Cinta sejati berjalan sampai di tujuan dengan lambat dan pelan. Ia berjalan melalui perpaduan yang panjang, setelah menegakkan tiang pancang. Cinta yang sejati akan mewujud setelah perjalanan yang panjang, setelah mantap niat dan teguh tujuan. Karena cinta sejati takkan mudah sirna, takkan mudah runtuh tiang, takkan mudah pudar ikatan.

Nampaknya hal-hal yang dibahas oleh ibn Hazm di atas bertentangan dengan apa yang dinyatakan pertama kali bahwa cinta adalah ketersambungan antara jiwa-jiwa di alam asal yang azali. Namun sebenarnya apa yang disampaikan oleh beliau adalah untuk memperkuat penyataan itu. Jiwa manusia di dalam realitas dunia ini telah tertutup oleh banyak tabir, terpengaruh oleh banyak kepentingan, dan dipenuhi oleh watak-watak keduniaan. Oleh karenanya, banyak sifat baik yang dimiliki seseorang tertutup limbah. Meskipun tidak sepenuhnya tertutup, tetapi paling tidak semua itu menghalangi jiwa untuk menunjukkan sifat-sifat yang asli. Dengan demikian ketersambungan jiwa secara hakiki sulit terwujud kecuali setelah proses pengembalian jati diri jiwa sehingga benar-benar siap menerima kehadiran jiwa lain yang mempunyai karakter dasar dan sifat asli yang sama. Nah, saat itulah dua jiwa akan tersambung bersatu dengan baik tanpa ada sesuatu apapun yang dapat menghalangi jalinan cinta keduanya. Ini cinta yang sangar.

Sebab yang melatari cinta selanjutnya yaitu mencintai seseorang karena sifat yang dimilikinya. Cinta ini bisa dianggap cinta buta. Mereka sering mengatakan bahwa kecantikan atau ketampanan seseorang itu relatif. ia menjadi fanatik dengan sifat yang dimiliki oleh sang kekasih. Ia tak memedulikan omongan orang lain yang menganggapnya pendek akal karena memilih kekasih yang dianggap orang lain sifat yang dimiliki kekasihnya bukanlah sifat yang baik. Ia tak mau berpaling dengan pujaan hatinya. Ia tidak bisa melihat ada orang lain yang lebih baik sifatnya atau lebih indah bentuk luarnya dari sang pujaan. Yo opo maneh nek wes lagi gandrung. Begitulah cinta tanpa pertimbangan yang matang dapat membutakan nurani, mengeruhkan kejernihan pikir, dan melumpuhkan kemampuan akal dalam menentukan pilihan.

Ah, yang namanya cinta memang mempunyai kekuatan, kekuasaan, perintah terhadap jiwa seseorang yang tidak bisa ditentang, putusan yang tak bisa ditolak, hukum yang tak bisa dilanggar, keharusan yang tak bisa ditunda, dan desakan yang tak bisa dibendung. Cinta mampu melunakkan yang keras, mengendurkan yang ketat, melenturkan yang kaku, menawarkan yang masam, bahkan menghalalkan yang terlarang. Wih wih wih.

Begitulah.

Ok, terimaksih, lumayan panjang tulisan yang membincangkan sebagian risalah dari buku Untaian kalung Merpati karya Ibn Hazm al-Andalusy ini tentang sesuatu yang melatari datangnya C.I.N.T.A, semoga yang tertulis ini bermanfaat. Selamat menjadi sang pecinta. Kita berbincang di kesempatan selanjutnya. Semoga Cinta Tuhan selalu tersambung dalam jiwa-jiwa kita.

[]

S.A.L.A.M.  M.A.D.Z.A.B.  C.I.N.T.A.
Ah. Shobirin Obiyoso/21/4/2011 

Selasa, 19 April 2011

Tanda-Tanda Cinta

Perempuan itu mensunyikan diri. Menutup pintu kamarnya. Mengambil buku yang telah lama ia simpan yang belum sempat ia baca. Buku Untaian Kalung Merpati karya Ibn Hazm. Ia mambaca buku itu dengan tersenyum. Jendela kamar ia buka, mengijinkan angin malam menjahili halaman-halaman bukunya. Teh hangat telah terseduh di meja belajarnya. Duduk manis, sesekali melihat langit malam yang samar bertabur bintang. 
“Mungkinkah benar apa yang ia katakan dulu? Tunggu, ini rumit. Tapi tidak, aku akan menganalisanya. Aku akan mengenalinya terlebih dahulu, mengenal tanda-tanda itu, hari-hari ini aku akan bersikap cuek. Seakan-akan tak memperdulikannya. Sembari meneliti apakah memang benar apa yang dikatakannya tempo hari. Di malam itu.

Cinta itu mempunyai tanda-tanda. Siapapun bisa mengenalinya. Bisa melalui pandangan matanya. Ia yang mencintai pandangan matanya akan mengikuti kemana arah yang dicintainya. Ia akan memandang apa yang dipandang sang tercinta. Pandangannya bagaikan manis melekati gula. Ia selalu mencuri-curi pandang kepada yang dicintainya (agar ndak ketara).

Coba nanti kuajak berbicara. Ia yang mencinta akan selalu melayani pembicaran orang yang dicintainya. Tak akan melayani pembicaraan selain dari orang yang dikasihinya. Ia akan mendengarkan dengan seksama apa saja yang dikatakan oleh yang dicintainya. Ia akan selalu berlagak mengiyakan, menyetujui, apapun yang diucapkan sang kekasih meskipun apa yang diucapkannya berbohong, mustahil atau di luar kebiasaan, ia menerima bagitu saja semua kata-kata dan ucapannya.

Bagaimana posisi tubuhya? Akan kulihat juga. Akankah ia bergegas menghampiriku? Ia yang mencinta akan selalu bergegas menuju tempat sang terkasih berada. Sampainya di tempat tujuan, ia akan segera mendekat dan duduk sangat dekat dengan pujaan hati. Ia akan selalu menjauhi kegiatan apapun yang dapat menjauhkan sang terkasih. Ia enggan melangkah menjauh. Saat beranjak dari sang terkasih bagai prajurit yang kalah perang.

Kemudian nanti aku akan muncul dengan tiba-tiba di hadapannya. Akan kulihat wajahnya. Sang pencinta, wajahnya akan menunjukkan kegamangan dan keceriaan kala sang kekasih muncul secara tiba-tiba atau tak terduga. Ia akan panik melihat orang yang mirip dengan kekasihnya, ataupun mendengarkan namanya secara tiba-tiba.

Ia akan melakukan apa saja yang biasa dilakukan oleh kekasihnya walaupun sebelumnya ia tidak pernah melakukan hal itu dan tidak pandai melakukannya. Yang kikir menjadi pemurah, pendiam menjadi banyak bicara, penakut menjadi pemberani, yang jelek kelakuannya menjadi ramah, yang pandir menjadi beradab, yang jorok menjadi suka berhias, yang miskin menjadi sok kaya, yang tua berlagak muda, yang saleh menjadi kegenitan, dan yang pengecut gemar berkorban. Akan aku lihat nanti apakah ada perubahan pada dirinya.

Tanda-tanda cinta yang lainnya adalah selalu ingin mendengar nama kekasih, senang membicarakan dirinya. 
Atau jika orang lain yang membicarakannya ia akan mendengarkan dengan seksama.

Cintamu pada sesuatu akan membuatmu buta dan tuli. begitu kata para orang bijaksana.

Tapi, untuk saat ini sepertinya aku tak mau terlibat akan hal itu. Aku sudah pernah merasakannya. Hingga sekarang masih terasa. Namun bukan dengan kamu. Cinta itu penyakit, dan obatnya ada pada sejauh mana seseorang mau bergaul, mendatangi tempat yang disukai, dan melakukan apa yang digemari. Namun aneh, nampaknya engkau lebih memilih terpanah busur cinta. Engkau malah senantiasa ingin dijangkiti oleh penyakit cinta.

Tidakkah kau tahu sepasang kekasih yang mempunyai tingkatan cinta yang sama satu sama lainnya, dan jika mereka terikat terlalu kuat oleh rasa cinta itu, maka sebagian waktu keduanya akan dihabiskan tanpa makna, masing-masing dengan berani melontarkan kata-kata yang bertentangan, persoalan kecil akan berkembang menjadi masalah yang besar yang menyulitkan mereka, dan pada saatnya, masing-masing akan mengomentari ucapan yang dilontarkan pasangannya lalu menafsirkan dengan tafsiran yang jauh menyimpang dari makna yang seharusnya. Meski tindakan itu dilakukan dengan maksud untuk menguji sejauh mana kejujuran dan keyakinan masing-masing terhadap pasangannya.

Aku capek. Jika hal itu terus berulang-ulang. Capek? Tapi indahnya mungkin di situ.

Coba nanti aku juga seakan-akan berpaling, karena ujian cinta adalah kegelisahan yang mendalam dan kepanikan yang luar biasa ketika sang kekasih terlihat berpaling dan menjauh.

Cinta itu bikin gelisah. Dulu aku pernah merasakan hal ini. Manakala aku mendambakan pertemuan dengan sang kekasih, namun ternyata tiba-tiba ada sesuatu peristiwa yang menghalangi terjadinya pertemuan itu.  

Cinta juga bikin gelisah saat sepasang kekasih terjadi pertengkaran yang tidak diketahui ujung pangkalnya. Ketika itu terjadi, kegelisahan akan memuncak sampai akhirnya mereda dengan sendirinya. Setelah pertengkaran reda, masing-masing pihak bisa saling memaafkan secara suka rela, atau peretengakaran yang secara lahir sudah reda itu kemudian menyisakan kesedihan yang coba diredam demi mempertahankan keutuhan jalinan cinta.

Aku masih belum yakin ia mencintaiku. Aku harus pastikan. Karena jika seorang kekasih kurang mempercayai ketulusan cinta kekasihnya, ia akan megawasi dengan ketat setiap gerak-gerik kekasihnya. Betapa repotnya jika seperti itu." 

***

Perempuan itu tak bisa tidur di malam itu, seakan-akan ia mengitung bintang. Mungkin sebenarnya ia juga jatuh cinta, hanya saja mengingkarinya. seandainya Ptolemius masih hidup, ia pasti menegaskan, dialah manusia paling hebat, penghitung gugusan bintang. Mungkin juga demikian dengan lelaki yang mencintainya. Tak bisa tidur malam itu.

*risalah 2, tanda-tanda cinta/untaian kalung merpati/Ibn Hazm
(Ahmad Shobirin Obiyoso, 20/04/2011)

Senin, 18 April 2011

Hakikat Cinta


Judul buku    : Untaian Kalung Merpati, Seni mencinta dan kisah kasih sepanjang masa.
Penyusun      : Ibn Hazm al-Andalusy
Penerjemah   : Abad Badruzzaman, Lc. M.Ag
Penerbit        : PT. Serambi Ilmu Semesta
Tahun Terbit : Mei 2005/Cetakan 1
ISBN           : 979-16-0069-4

***

Ada seorang lelaki mengungkapkan perasaan cintanya kepada perempuan yang dicintainya, entah dari kata apa ia memulai, perbincangan itu sudah sekitar satu jam.

Sampailah perempuan itu pada pembicaraan yang lumayan serius, “kok bisa seorang lelaki sepertimu, suka sama aku..?” dengan pandangan mata yang tak berani menatap lekaki itu.

Sang lelaki terdiam sejenak, kemudian ia berkata, “Untuk menjawab pertanyaanmu itu, ada baiknya engkau membaca tulisan kang Shobirin di blog ini…”

***

Prolog

Dalam cinta mulanya engkau bermain-main dan akhirnya sungguh-sungguh. Kedalaman makna cinta sagatlah indah dan agung. Kata-kata semata tak kuasa menggambarkan segenap keindahan dan keagungannya. Hakikatnya tidak dapat ditangkap kecuali dengan pengamatan dan penjiwaan yang mendalam. Cinta tak dimusuhi agama dan tidak dilarang oleh syariat. Cinta adalah urusan hati, dan hanya Allah yang mengetahui hati manusia.

Begitulah Ibn Hazm mengawali risalah pertama dalam buku ini. Ia menuliskan buku ini dikarenakan permintaan orang yang dikasihinya. Sang kekasih memohon untuk menyusun sebuah catatan tentang sifat-sifat cinta, makna sebab-sebab, hakikat, dan tujuannya serta segala sesuatu yang mungkin terjadi karenanya. Oleh karenanya tersusunlah buku Untaian Kalung Merpati yang diterjemahkan dari buku Thuq al-Hamamah, fi al Ilfah wa al Ullaf.

Buku ini terbagi menjadi tigapuluh risalah. Sepuluh risalah pertama mengungkapkan dasar-dasar cinta.  Kemudian duabelas risalah lainnya berbicara tentang berbagai fenomena yang terjadi seputar cinta berikut sifat-sifatnya, yang baik maupun yang tercela. Enam risalah lainnya berbicara mengenai hal-hal yang dapat merusak hubungan cinta. Dan dua risalah terakhir dimaksudkan sebagai penutup. Insyaallah saya akan membincangkan risalah-risalah itu dalam blog ini.  Selamat menikmati…

Ketersambungan

Ibn Hazm menganggap bahwa para penguasa negeri seolah-olah enggan mempunyai keturunan selain dari wanita-wanita yang benar-benar mereka cintai. Tidak ada yang lepas dari perasaan cinta ini. Dari raja hingga budak, dari saikh hingga perampok, semua pernah merasakan cinta.

Namun apa sebanarnya hakikat cinta? Beliau berpendapat bahwa cinta adalah jembatan penghubung antara jiwa-jiwa manusia yang berbeda-beda corak dan kecenderungannya. Dan jiwa adalah unsur yang pada dasarnya merupakan unsur paling luhur dalam jiwa manusia.

Rahasia dari persamaan dan perbedaan makhluk adalah ketersambungan dan keterpisahan. Satu bentuk akan mencari bentuk yang lain yang serupa dengannya, seorang akan merasa tenang dengan seorang yang mempunyai kesamaan dengannya. Sebagai contoh, kita bisa melihat banyaknya perkumpulan atau organisasi yang dibentuk karena adanya persamaan semacam ini.  Akan tetapi meskipun mempunyai kecenderungan yang sama, diantaranya seringkali juga terjadi perselisihan.

Lalu bagaimana dengan jiwa manusia? Karakter alami jiwa adalah  berada pada realitas yang bening dan sunyi, begitu kata beliau. Di dalam jiwa menusia mempunyai struktur yang membuatnya bisa berkecenderungan, merindukan sesuatu, menyimpang, mengumbar keinginan nafsu, juga untuk melarikan diri. Hal ini adalah fitrah jiwa yang sudah kita maklumi bersama; jiwa mewarnai setiap gerak-gerik manusia yang selalu mencari ketenangan.

Allah menjadikan kesenangan atau ketentraman pada diri seorang lelaki karena pasangannya berasal dari dirinya. “Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan darinya Dia menciptakan istrinya, agar dia merasa tentram kepadanya” (QS. Al a’raf: 187).

Seandainya sebab munculnya cinta adalah keindahan fisik, maka bisa dipastikan bahwa siapapun yang bentuk fisiknya kurang indah tidak akan dicintai. Namun kenyataanya banyak orang jika dibandingkan dengan orang lain bentuk fisiknya kurang indah namun dicintai. Jika cinta datang karena kesamaan pandangan moral, maka orang tidak akan mencintai seorang yang lainnya yang tidak pernah membantu dirinya. namun kita melihat banyak terjadi banyak orang mencintai yang ia tak memiliki kesamaan pandangan moral. Karena itu, kita bisa mengakatan bahwa sesungguhnya cinta merupakan sesuatu yang bersemayam di kedalaman jiwa.

Orang yang saling mencintai jiwanya akan tersambung, derajat cinta orang yang memadu kasih pasti sama. Sebab keduanya telah berpadu dalam ketersambungan, dan keduanya memiliki peran yang sama dalam hubungan itu. Namun jika kita menemukan seseorang yang tidak membalas cinta, maka sesungguhnya yang terjadi adalah  orang yang tidak mencintai itu masih terkungkung oleh watak-watak dan sifat-sifat keduniaan yang menutupi jiwanya, sehingga ia tidak mampu merasakan ketersambungan salah satu bagian dalam jiwanya dengan orang yang mencintainya itu. Jika saja penghalang-penghalang itu terbuka, maka jiwa keduanya akan tersambung dan mereka akan menjalin rasa cinta dalam derajat kekuatan yang sama.

Jiwa yang belum tersambung ini bisa di ibaratkan dengan api yang terkurung. Jika kurungan ini terbuka, maka api kan bersatu dengan api yang lainnya. Mereka tidak akan bersatu apabila penghalang ini belum terbuka atau tertembus oleh kobaran api ini.

Coba perhatikanlah orang yang saling mencintai, kita tidak akan menemui kecuali di antaranya terdapat keserupaan karakter dan sifat-sifat alamiah. Pasti terdapat keserupaan di antara keduanya, meskipun dalam kadar yang sedikit. Semakin banyak keserupaan semakin bertambah daya tarik di antara keduanya dan semakin kuat pula kasih sayang di antara keduanya. Mengenai jiwa, Rasulullah saw. Pernah bersabda,  “Jiwa-jiwa manusia adalah laksana pasukan bersenjata. Yang saling mengenal di antara mereka akan bersatu, sedang yang tidak saling mengenalakan berpencar”. Juga ada ucapan orang yang saleh, “ Ruh orang-orang yang beriman akan saling mengenal.”

Dalam kenyataan sehari-hari, sebagian besar manusia mencintai manusia lainnya karena keindahan fisik, dan itulah alasan yang paling sering memunculkan cinta. Pada dasarnya, jiwa itu memang indah dan selalu terpikat pada sesuatu yang yang indah, serta condong kepada tampilan-tampilan yang bagus. Ketika jiwa seseorang tertarik pada jiwa yang lain, dan ternyata di balik jiwa orang yang dicintainya itu mempunyai keserupaan dengan jiwanya, maka jiwanya akan semakin tertarik dan semakin tersambung dengan jiwa orang itu. Itulah cinta yang hakiki. Apabila di balik jiwa orang yang dicintainya itu tidak ada sesuatu yang menyerupai jiwanya, maka cintanya terbatas pada keindahan fisik saja, tak lebih dan itulah yang dinamakan syahwat.  

Ada berbagai macam cinta yang kita ketahui, cinta yang paling utama adalah cinta antara dua orang karena Allah ‘Azza wa Jalla. Ada juga cinta kerabat, cinta karena kesamaan tujuan, cinta persahabatan, cinta pengetahuan, cinta pada kebaikan yang dimiliki orang lain, cinta karena tamak akan kedudukan yang didambakan, cinta antara dua orang yang mencinta karena ada sesuatu yang disepakati oleh keduanya, yang mereka rahasiakan dari pandangan umum, cinta akan kesenangan dan kebebasan mengumbar gejolak nafsu, dan cinta kasih yang tanpa alasan apapun selain ketersambungan jiwa yang telah ibn Hazm sampaikan.

Semua jenis cinta yang tumbuh karena suatu sebab akan segera musnah seiring dengan hilangnya sebab, akan semakin bertambah kuat seiring semakin kuatnya sebab, akan terus berkurang seiring berkurangnya sebab, akan semakin bertambah seiring dengan bertambahnya sebab, akan semakin mendalam ketika alasan cinta semakin dekat, dan akan mengendur ketika alasan cinta semakin jauh. Tak ada cinta abadi kecuali cinta kasih yang tulus yang keluar dari kedalaman jiwa.

Semoga cinta yang kita punyai adalah cinta yang berasal dari kedalaman jiwa.

Demikianlah perbincangan kita dalam risalah pertama dalam buku Untaian Kalung Merpati, yang disusun oleh Ibn Hazm al Andalusi. Semoga bermanfaaat.

Risalah berikutnya akan berbicara mengenai tanda-tanda cinta, nantikan …

***

“Kini kau telah tahu, aku tak tahu apa sebab aku mencintaimu, aku tak punya alasan mengapa aku mencintaimu.., jika aku bisa memilih aku akan memilih perempuan yang lebih cantik, lebih pintar atau lebih segalanya darimu, tapi aku tak tahu kenapa aku memilih kamu..?!” begitu lelaki itu menjawab dengan suara yang halus namun mantap.
“Apa benar yang kau katakan?, jangan-jangan ketidakpunyaan alasan kenapa mencintaiku itu sebagai alasan pula agar aku menerima cintamu, agar seakan-akan cintamu terlihat tulus…” Sanggah perempuan itu.
“…”
Tak tahu apa selanjutnya yang mereka perbincangkan selanjutnya. Mereka berdua terlihat saling canda, sampai hampir tiga jam…


(ahmad shobirin obiyoso/19/4/2011)



Kamis, 07 Mei 2009

Tidak, Jibril Tidak Pensiun


Kawan-kawan sekalian yang saya hormati, 
Secara kuantitas spiritual, jika kita timbang mungkin bobot yang kita miliki teramat ringan. Secara kualitas keimanan, jika kita nilai, maka iman kita ini tidak ada apa-apanya. Namun semoga dengan perasaan tak berbobot, dan tak bernilai itu, kita menyediakan ruang kosong untuk dapat dimasuki cahaya hidayah Alloh sehingga kita bisa berjalan penuh dengan hidayah dan hikmah. Kita semua berharap taburan cahaya rahmat yang dijanjikan oleh Alloh pada sepuluh hari pertama bulan romadhon ini sudi untuk mengepung pekat hitam hati kita. Sehingga dengan perlahan, bintik-bintik hitam dihati kita terhapus tertembus oleh cahaya rahmatNya. Dan semoga Sholawat salam senantiasa mengalir pada junjungan kita rasulillah Muhammad Saw. Amin.
***
Ok. Kali ini kita bincangkan sedikit dari apa yang telah saya baca dari buku ”Tidak. Jibril tidak pensiun” yang ditulis oleh Emha Ainun Najib. Dan mungkin pemahaman yang saya dapatkan dari membaca buku ini hanya permukaan saja. Ibaratnya memandang laut, yang saya lihat adalah ombaknya saja. Tanpa mampu untuk menembus kedalaman untuk melihat mutiaranya. Maka dengan hormat, saya mohon kesediaan kawan-kawan di sini untuk memperdalam dan memperluas kajian ilmu kita kali ini. 

Buku ini adalah kumpulan kolom atau esai cak nun, yang kemunculannya sangat beragam. Ada yang terpublikasikan pada tahun 1980-an, tahun 1990-an, dan beberapa awal 2000-an. Namun dimensi waktu pemunculan ini menjadi ”relatif” karena telah terikat dengan tali tematik abadi yakni agama dan upaya pengekspresiannya dalam kehidupan keberagamaan kita. Sehinga, tak perlu lagi gelisah dengan soal baru atau tidak, karena semua tulisan di dalam buku ini, tetap memberikan pantulan-pantulan refleksi yang senantiasa aktual dalam hidup kita saat ini dan juga mungkin besok.

Dalam buku ini, esai yang termuat sejumlah 35 esai. Yang jika kita menikmatinya, maka kita akan menemukan suatu kesadaran-kesadaran baru dalam cara pandang dan cara berifikir kita untuk pengekspresian kehidupan beragama. Beberapa tulisan dalam buku ini, dihadirkan tulisan-tulisan cak nun yang bernuansa esoteris, yang mencerminkan gejala batin manusia yang belum tentu mampu di eja dan dirumuskan dengan tepat oleh manusia modern, seperti ’Siti Jenar’, ’Lho, Mana Diriku?’, ’Garam Kok Asin’. Ada juga yang beraksentuasi dengan masalah sosial keumatan seperti ’Dosa Struktural dan Andai Sikaya Menunda Pesta.” dan masih banyak lagi yang dibahas Cak Nun didalam buku ini.

***
Kita membincangkan sedikit saja ya. Selebihnya, beli dan baca bukunya sendiri.
Tidak. Jibril tidak pensiun awalnya adalah esai cak nun yang dimuat dalam majalah Panji Masyarakat (21 Desember 1986). Dalam tulisan ini, cak nun berpendapat bahwa berakhirnya kitab wahyu pada diri nabi Muhammad Saw. Tidak berarti sesudah al-Quran diturunkan lantas berhenti taburan hidayah dan petunjuk dari Allah. Al-Quran itu sendiri adalah petunjuk dan justru dengan terus mempelajarinya semakin terbuka pintu-pintu hidayah bagi manusia. 
Esei ini berangkat dari senda gurau anak-anak (kita) bahwa jibril sejak abad VII masehi itu menjadi penganggur. Pensiun abadi. Karena Muhammad tilah wafat dan wahyu sudah sempurna. 

Benarkah demikian? Bukankah anggapan yang demikian ini mengindikasikan bahwa kita tidak kenal dengan jiwa wahyu. Yang menganggap wahyu hanya ”materi” semata, dan mungkin bagi kita jibril adalah serupa bayangan patung, arca berjubah, makhluk supra raksasa atau semacam lelembut? Dan itu semua tidak konkret. Kita sangat terjebak pada materialisme. 

Lebih jauh, cak nun menggugah kesadaran kita, bahwa kita orang modern, malah seolah-olah sengaja membuang kemampuan kejiwaan kita sendiri yang bisa kita pakai untuk bergaul dengan hidayah, dengan petunjuk ’entah dari mana’ dengan gudang rahasia keilahian, dengan ketidak-mungkin-tahu-annya sendiri.

Cahaya Allah tidak berhenti mamacar, ilmu Tuhan terus menerus berseliweran. Muhammad tidak mati. Sungguh tidak mati. Hanya tubuh beliau yang dikuburkan—dan tubuh beliau adalah bagian yang paling remeh dari eksistensi kepribadiannya yang menyuluhi alam semesta. Wahyu itu sudah sempurna, namun belum selesai, karena ia akan menemukan kelahiran dan kelahirannya kembali di dalam iman dan kesadaran umatnya. 

Bahwa pada Muhammad disebut wahyu itu berakhir, artinya ialah jatah ilmu pengetahuan dasar anugerah Allah bagi manusia berpuncak di wadah Muhammad. Segala yang kita kita sebut prestasi akal, ilmu dan teknologi dahsyat yang dicapai manusia sesudahnya, telah terdapat benih-benih di dalam al-Quran.

Jibril tidak pensiun. Ia begitu karib, di sisi tidur dan jaga kita. Namun apabila pengalaman keilahian tidak selalu kita perbaharui, pada suatu hari kita akan sadar seolah-olah kita ini hidup di masa pra-Ibrahim yang mengahyati bulan dan matahari untuk menemukan Allahnya.[]
***

Pada salah satu esai yang lain, cak nun membicarakan tentang ’Siti Jenar’. Dalam esai ini diuraikan bahwa ’subtansi Siti Jenar’ ada di dalam ’diri’ kita, namun kita tidak menyadarinya. 

Wali ’sempalan’ ini memandang dunia absurd adanya. Kejelasannya sangat tidak jelas dan ketidakjelasannya sangat jelas. Kematian bertebaran di dalam kehidupan. Dan kehidupan ada di dalam kematian. Kita bersenang-senang dalam pesta kematian yakni kehidupan dan kita mencemaskan kematian yakni kehidupan.
oleh karena itu, amat sedikit orang yang bersedia menempuh jalan sunyi. Amat sedikit orang bertanya. Tentang hakikat kehidupan dan kematian. Dan Siti jenar memilih jalan sunyi itu.
Ketika dipanggil menghadap sidang para wali, ia menjawab, ”Siti Jenar tidak ada. Hanya Tuhan yang ada.”

Siti Jenar bukan Tuhan. Sama sekali bukan Tuhan. Apa yang ia lakukan ”hanyalah” peniadaan diri. Kalimat itu tak mengindikasikan sedikitpun bahwa ia ”menuhankan diri”. Ia bahkan menyadari hakekat ketiadaannya. Sebab, memang hanya itulah satu satunya jalan bagi manusia. Manusia hanya seakan-akan ada, hanya diadakan, diselenggarakan. Sejatinya tak ada. Maka agar jalan tak palsu, agar sejati, ialah meniada, adalah bergabung kepada satu-satunya yang ada. Itulah Tauhid.

Firaun tidak pernah menyatakan bahwa ”Akulah Tuhan!” yang ia lakukan sehingga bermakna menuhankan diri ialah menomorsatukan selain Tuhan: ambisi kekuasaan, maniak harta benda, mengumbar nafsu, merancang segala sesuatu, dan mengekspolitasikan apa saja yang bisa dijangkau untuk kepentingan karier dan masa depan pribadi. 

Itulah obsesi populer kita sehari hari. Dan obsesi-obsesi populer itu adalah kepalsuan. Dan di dunia ia ternyata kita sering dan tak henti-hentinya mengejar kepalsuan itu. Mengejar yang tidak hakikat. Lalu secara tak sadar kita menuhankannya. 
***
Nah, berbicara tentang Tuhan, dalam buku ini, cak nun membahasnya dengan panjang lebar. Diantaranya adalah “Tuhan dan tuhan-tuhanan” serta “Mereka Mencari Rumus Tuhan I-VIII”
***
Esei yang pertama, “Tuhan dan tuhan-tuhanan”, membahas tentang Tuhan dan tuhan. Yang pertama dengan ’t’ besar dan yang kedua dengan ’t’ kecil. 
‘Tuhan’ adalah suatu otoritas, sutu hegemoni tunggal yang menentukan. Namun kita sering menganggapnya hanya sebagai elemen kecil saja. Akan tetapi dengan ’tuhan-tuhan’ kita begitu patuh. Siapa ’tuhan-tuhan’ itu? Bisa jadi nafsu kita sendiri, uang, iklan, kekuasaan dan lain sebagainya.
***

 

Sedangkan esai-esai ”Mereka Mencarai Rumus Tuhan” yang berjumlah delapan esai, mebicarakan tentang anak-anak muda yang atheis. Esei ini menuturkan tentang penjelasan-penjelasan tentang keatheisan mereka, dan ini bisa dilacak dengan analisa-analisa yang memperhatikan segi theologis, psikologis, dan faktor-faktor kesejahteraan tententu yang multi konteks. Sehingga kita bisa arif dan bijaksana menyikapi keatheisan mereka. 

Ada peta sendiri untuk membedakan antara tidak percaya kepada Tuhan dengan tak percaya dengan adanya Tuhan. 

Dan mohon maaf kawan-kawan, tema yang satu ini tidak bisa saya uraikan panjang lebar dan mendalam. Soale rodo’ dhowo! 
Namun saya ingin sedikit bercerita tentang cerita cak nun yang berkaitan dengan atheis atau “kafir” ini. 

Begini ceritanya:

Pada suatu malam salah satu yang hadir di “Kenduri Cinta” Jakarta ada seorang pemuda yang berpidato memperkenalkan kelompoknya yang dinamakan “Jaringan Kafir Liberal”. Ia berpidato brapi-api, mengkritisi berbagai kenyataan kaum muslimin serta kehidupan bangsa Indonesia pada umumnya yang penuh dengan kemunafikan. Iantinya ia melakukan penolakan-penolakan frontal terhadap brbagai trend nilai yang sedang berlangsung. Dalam bahasa islam, ia melakukan “kekufuran” atau sikap kafir terhadap banyak hal, termasuk pandangan ketuhanan dan theology yang populer.
Cukup segar dan lucu cara berbicaranya, tetapi membuat merah telinga banyak hadirin yang tidak siap terhadap kekafiran pembicara. Sejumlah orang islam yang tidak tahan hati mendengan kata “kafir”, dan salah tingkah menghadapi orang yang menamakan dirinya “kafir”, apalagi membuat semacam organisasi yang terang terangan memakai idiom “kafir” sebagai identitasnya. 

Hampir terjadi ketegangan di antara para hadirin, sorot mata sejumlah pemuda menjadi sangat tajam dan mengandung ancaman – sampai akhirnya cak nun terpaksa maju untuk memuji dan menjunjung-junjung penampilan dari Jaringan Kafir Liberal ini.

“Saudara-saudaraku yang lembut hati, seluruh yang ia kemukakan tadi bisa anda temukan di dalam wilayah penghayatan La Ilaha, yaitu bagian awal dari syahadat muslim yang bermakna Tidak ada Tuhan. Sebelum seorang muslim memiliki keberania untuk mengucapkan Illallah (hanya Allah), maka terlebih dulu ia harus mengenali persis La Ilaha. Yang bukan Tuhan mana saja. Yang tidak dinomersatukan mana saja. Kalau anda sudah menemukan dan meyakini bahwa dalam kehidupan ini tak ada yang pantas dituhankan, baik itu Raja, Presiden, Ulama, atau tokoh-tokoh apapun, termasuk uang, harta benda dan kekuasaan maka anda menemukan kehidupan ini sunyi. Semuanya lemah sebagai mana anda. Batu, pepohonan, segala makhluk, termasuk kita, semuanya lemah, lemah, sehingga tidak memiliki kepantasan untuk dituhankan. Tidak memiliki kelayakan untuk di junjung tinggi, untuk diibela sampai mati. Dengan itu anda menemukan Illallah, hanya Allah, yang memiliki kedudukan, kekuatan, dan fungsi semacam itu. Jadi, saudara-saudaraku, jaringan kafir liberal adalah tahap awal dari Islam yang Sejati...” ujar cak Nun.

InsyaAllah berdasarkan keterbatasan persepsi ilmu pengetahuan saya, kita semua ini masih terpuruk pada keadaan yang sangat parah diukur dari hakikat La Ilaha Illallah.

Di dalam mengerjakan kehidupan, di dalam berekonomi, berkebudayaan, berpolitik, dan di dalam menjalankan peradaban kemanusiaan sampai abad milenium ini: kita masih sangat jauh dari kenyataan ’Illallah’ kita masih belum menemukan kenomor-satuan Allah dalam perilaku kehidupan-kehidupan kita sebagai individu, apalagi sebagai warganegara dan terlebih lagi sebagai anggota peradaban globalisasi. 
Mungkin di beberapa hal kita sudah mengaktualisasikan keutamaan Allah, namun pada kebanyakan hal kita masih belum memiliki kesanggupan, ilmu dan keberanian untuk menyelenggarakan ’ La Ilaha ’ di dalam praktek hidup kita. 
Belum becus ber- La Ilaha, kita sudah sibuk, mantap, GR dan Sombong seakan-akan sudah memasuki tahap Illallah yang sungguh-sungguh.
Sesungguhnya, saya berhusnudzan, yang dilawan oleh teman-teman jaringan kafir liberal bukanlah Allah SWT—melainkan suatu parodi, ironi dan sarkasme perlawanan terhadap perilaku kehidupan beragama kita yang penuh dengan kemunafikan. Terutama memunafikkan konteks antara La Ilaha dengan Illallah.

Semoga kita senantiasa mendapat hidayah Allah. Wallahua’lam bis showab.  


  ________________________________________[ahmad shobirin]